Jumat, 10 Agustus 2012

Diposting oleh tekhnik komputer

Amanat UU Seperti ”Gaib Musuh Gaib”

(kpa.or.id) ”Hutan katanya dikuasai oleh negara untuk kesejahteraan rakyat. Tapi itu seperti gaib musuh gaib. Hutan memang dikuasai oleh negara, tapi kesejahteran seperti tidak pernah mengucur ke rakyat,” ucap salah seorang petani peserta pelatihan penanganan kasus konflik agraria yang diselenggarakan oleh Konsorsium Pembaruan Agraria bekerja sama dengan Serikat Petani Kerawang (Sepetak), dan LBH Bandung, Jumat, 1 Oktober 2010, kemarin.
Menurut para peserta pelatihan petani yang diadakan di desa Tanjung Pakis, Kecamatan Pakis Jaya, Kabupaten Kerawang, pasal 33 ayat 3 UUD 1945 mengamanatkan bahwa,”Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara, dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.” Namun, faktanya tidak pernah direalisasikan oleh negara untuk mensejahterakan rakyat.
Padahal secara teknis amanat UUD 1945 yang  juga diatur dalam undang-udang No. 19 Tahun 2004 tentang Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004, tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, mengatur bahwa, “Semua hutan yang berada di dalam wilayah Republik Indonesia termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.” Namun, bagi petani semua itu seperti sesuatu yang ”gaib”. Karena, hanya ada suaranya namun tidak pernah ada dalam ujudnya di negara ini.
Apa yang dikatakan puluhan peserta pelatihan yang berasal dari Kabupaten Karawang, Indramayu, dan Cirebon ini tentu tidak salah. Apalagi negara ini memang tidak pernah melaksanakan apa yang menjadi amanat undang-undang. Terutama untuk melaksanakan pembaruan agraria. Sehingga konflik agraria masih tetap marak terjadi dan para petani tetap merasa tidak pernah mendapatkan kesejahteraan apa-apa dari negara tanpa reforma agraria.
Menurut Deputi Kajian dan Kampanye KPA, Iwan Nurdin dari  sedikitnya ada tiga hal yang menjadi penyebab konflik agraria ini. Pertama, banyak peraturan pemerintah, kebijakan pemerintah, dan hukum agraria yang merugikan petani. Sehingga petani merasa tidak pernah diuntungkan oleh kebijakan pemerintah tersebut. Kedua, banyak peraturan pemerintah yang mendukung dan melindungi petani seperti, UUPA No. 5 Tahun 1960 ternyata tidak pernah dilaksanakan oleh pemerintah. Ketiga, pengetahuan hukum petani juga masih sangat lemah. Sehingga para petani yang sedang berkonflik tidak pernah dapat membela dirinya dengan pengetahuan hukum yang dimilikinya.
Untuk itu, Iwan Nurdin menghimbau melalui acara pelatihan petani ini, agar petani tetap berorganisasi dan mempersenjatai semua anggota organisasinya dengan pengetahuan hukum dan segala peraturan mengenai masalah agraria. Tanpa organisasi petani yang kuat dan pengetahuan anggota yang luas, tentu petani akan tetap mengalami kesulitan di dalam memperjuangkan hak atas kepemilikan tanah, sebagai inti dalam perjuangan petani *

0 komentar: