Kamis, 23 Agustus 2012

Diposting oleh tekhnik komputer

HRW Kecam Kebijakan Bangladesh atas Pengungsi Rohingya

Khairisa Ferida
Jum'at, 24 Agustus 2012 12:51 wib
Etnis Rohingya (Foto: AP)
Etnis Rohingya (Foto: AP)
DHAKA - Kelompok pemerhati Hak Asasi Manusia (HAM), Human Right Watch (HRW) menyalahkan pemerintah Bangladesh atas pembatasan akses bantuan kemanusiaan terhadap pengungsi Rohingya. Hingga saat ini Bangladesh menjadi rumah bagi 300 ribu pengungsi Rohingya.

"Pemerintah Bangladesh berusaha menciptakan sebuah keadaan, sehingga para pengungsi Rohingya yang tinggal di negara itu hidup dalam kondisi yang mengerikan sehingga jumlah pengungsi tidak akan bertambah," ujar salah seorang petinggi HRW, Bill Frelick, seperti dikutip Arab News, Jumat (24/8/2012).

"Ini adalah kebijakan yang kejam dan tidak manusiawi. Harus segera dihentikan," tambah Frelick.

Sebelumnya pada Juli lalu, Pemerintah Bangladesh diketahui memerintahkan tiga badan kemanusiaan yakni Doctors Without Borders, Action Against Hunger dan Muslim Aid UK untuk berhenti memberikan bantuan pada para pengungsi Rohingya. Hal ini dilakukan karena bantuan tersebut dinilai dapat memicu pengungsi baru.

Tiga badan kemanusiaan tersebut selama ini diketahui menyalurkan berbagai bantuan terhadap para pengungsi Rohingya di Bangladesh seperti ketersediaan air bersih, kesehatan, sanitasi serta berbagai bantuan mendasar lainnya.

Para pekerja badan kemanusiaan tersebut mengatakan, kondisi di kamp-kamp darurat pengungsi Rohingya adalah salah satu yang paling buruk di dunia. Kendati ratusan ribu warga Rohingya berhasil memasuki Bangladesh, namun ratusan lainnya yang gagal terpaksa kembali ke Myanmar.

HRW yang berbasis di New York, Amerika Serikat (AS) menjelaskan bahwa Bangladesh telah menandatangani konvenan internasional terkait dengan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya yang melarang penolakan terhadap orang-orang yang ingin masuk ke wilayah termasuk didalamnya pengungsi. Hal ini juga termasuk pemberian akses pangan dan kesehatan.

Selama ini warga Rohingya yang berbicara dengan dialek Bengali dinilai mirip dengan penduduk di bagian tenggara Bangladesh. Di Myanmar, warga Rohingya dipandang sebagai imigran ilegal oleh etnis setempat. PBB bahkan menempatkan Rohingya sebagai salah satu etnis minoritas yang paling teraniaya di dunia.(rhs)

Diposting oleh tekhnik komputer

Prancis Persiapkan Zona Larangan Terbang di Suriah?

Khairisa Ferida
Jum'at, 24 Agustus 2012 09:24 wib
Kekerasan di Suriah (Foto: Trust)
Kekerasan di Suriah (Foto: Trust)
PARIS - Sebagai wujud dukungan terhadap oposisi Suriah, Prancis dikabarkan tengah mempertimbangkan diberlakukannya zona larangan terbang parsial atas negara itu. Hal ini ditujukan untuk meningkatkan tekanan terhadap rezim Bashar al-Assad.

Menteri Pertahanan Prancis Jean-Yves Le Drian mengisyaratkan zona larangan terbang akan diberlakukan antara perbatasan Turki dengan kota Aleppo. Seperti diketahui dalam beberapa bulan terakhir pertempuran antara pasukan pemerintah dan oposisi terjadi di Aleppo yang merupakan kota kedua terbesar di Suriah.

"Gagasan tentang zona larangan terbang di atas wilayah tertentu seperti yang sebelumnya diusulkan Menlu AS Hillary Clinton harus dicermati," ujar Menhan Prancis Le Drian seperti dilansir Russian Today, Jumat (24/8/2012).

Untuk kesekian kalinya Le Drian pun menekankan bahwa krisis Suriah tidak akan pernah terselesaikan jika Presiden Assad tidak menyerahkan kekuasaannya.

Kendati pihak oposisi dikabarkan terpecah belah dalam bertempur melawan pasukan Assad namun ditegaskan Le Drian, Prancis mendukung sepenuhnya pergerakan pasukan anti-pemerintah Suriah.

"Kami meningkatkan upaya kami untuk mendukung oposisi Suriah yang kuat agar dapat mengambil kendali atas negaranya dan pada akhirnya dapat menghormati seluruh rakyat Suriah," tutur Le Drian.

Namun, dalam kesempatan yang sama Le Drian juga menyiratkan bahwa Prancis tidak akan masuk ke Suriah tanpa adanya mandat PBB.

Pernyataan ini muncul setelah Menlu Clinton pada awal Agustus lalu menyatakan bahwa zona larangan adalah salah satu opsi dalam menyelesaikan krisis yang tengah berlangsung.

Pemberlakukan zona larangan terbang oleh Barat ini disinyalir akan mendapat tantangan besar dari Rusia mengingat Negeri Beruang Merah selama ini menentang setiap aksi militer atas sekutunya. Moskow pun tak henti menyerukan solusi damai dan dialog lebih lanjut demi mengakhiri konflik di Suriah.

Kabar terakhir menyebutkan, Moskow setuju untuk bekerja sama dengan Damaskus guna memastikan bahwa gudang senjata kimia tetap berada di bawah kontrol yang kuat. Suriah pun dikabarkan berjanji tidak akan menggunakan atau merelokasi senjata tersebut.(rhs)