Jumat, 24 Agustus 2012

Diposting oleh tekhnik komputer

Prinsip "Non-Intervensi" ASEAN Persulit Warga Rohingya

Aulia Akbar
Kamis, 23 Agustus 2012 15:03 wib
Foto : Warga Muslim Rohingya (newspano)
Foto : Warga Muslim Rohingya (newspano)
ISU pembantaian warga Rohingya di Negara Bagian Arakan, Myanmar, muncul kembali dan menjadi topik panas dalam tataran politik internasional. Bersamaan dengan itu, seorang aktivis dari LSM pengawas HAM, Imparsial, ikut berkomentar.

Project Director Imparsial Bhatara Ibnu Reza mengatakan, isu Rohingya bukanlah isu baru. Isu itu sudah muncul pada 2007 silam, di mana warga minoritas Myanmar itu mulai melakukan eksodus ke negara lain. Di samping itu, Bhatara pun menilai, prinsip non-intervensi yang ada di Piagam ASEAN membuat isu tersebut menjadi berlarut-larut dan tidak kunjung usai. Berikut wawancara Bhatara Ibnu Reza dengan Okezone, Selasa (14/8/2012).
 
Bagaimana pendapat Anda mengenai isu Rohingya?


Isu ini sudah lama, pada tahun 2008, warga Rohingya melarikan diri ke Srilanka, Bangladesh, Indonesia dan beberapa negara lain. Bahkan, mereka diusir juga dari tempat yang mereka datangi. Isu ini juga sudah masuk ke laporan Mahkamah Kriminal Internasional (ICC).

Myanmar dulu dipimpin oleh junta militer dan sekarang, dan masalah yang muncul sekarang, sejauh mana rezim baru yang kabarnya demokratis itu bisa menjaga situasi di Rohingya (Arakan).

Beberapa aktivis kemanusiaan, termasuk saya juga kecewa dengan Aung San Suu Kyi, karena dia diam dalam masalah ini. Saya juga tidak mengerti kenapa dia diam. Intinya, Myanmar harus melakukan penghukuman terhadap pelaku kejahatan kemanusiaan itu, tapi saya ragu Myanmar akan melakukan hal itu.

Kalau Rohingya jadi isu utama saat ini, itu karena eskalasi kekerasannya meningkat. Mereka (Rohingya) juga tidak dianggap "manusia" di Myanmar karena mereka berbeda dengan etnis Myanmar lainnya yang wajahnya seperti etnis China. Tapi persoalannya, mereka hidup di Myanmar.
 
Bagaimana bisa laporan kekerasan di Rohingya masuk ke ICC?


Soal Rohingya sudah masuk ke laporan ICC ketika ada pelapor khusus yang mengatakan bahwa muncul insiden kekerasan di Myanmar yang dilakukan oleh junta militer dan hal itu harus diselidiki. Selain Rohingya, adapula konflik Kachin, Karen dan lain-lain di Myanmar.

Apa kendala yang muncul dalam proses penyelidikan itu? Padahal ICC sudah mendapat laporan tentang kekerasan di Myanmar

Kasus itu diungkapkan pada 2009, namun Myanmar sendiri bukan parties (anggota) di ICC. "Hebat banget, kalau Myanmar meratifikasi konvensi ICC."

Pemerintah Myanmar mengklaim sudah memberikan bantuan ke Rohingya dan menyangkal adanya pembantaian, bagaimana dengan hal itu?

Persoalannya begini, saya percaya dengan adagium yang menyatakan bahwa "if one country is not save the whole is not save" (bila satu negara di dunia ini tidak selamat, dunia sedang berada dalam bahaya). Mereka tidak bisa membantah akan adanya peristiwa kekerasan itu.

Faktanya adalah ada pengungsi yang melarikan diri keluar dari Myanmar dari Arakan State (Negara Bagian Arakan). Pertanyaannya, kalau memang tidak ada konflik, kenapa ada pengungsi? Oleh karena itu, Pemerintah Myanmar tidak bisa "denial" dalam isu ini. Seorang warga tidak akan keluar dari daerahnya kalau mereka merasa aman.

Apakah ini saatnya bagi komunitas internasional untuk melakukan Humanitarian Intervention dalam kasus Rohingya?

Masalahnya ada pada prinsip "non-interference di ASEAN. Prinsip itu sudah dilegalisasi dan ada di Piagam ASEAN. ASEAN harus bersikap tegas dengan Myanmar.

ASEAN bisa mengatakan ke Myanmar, "jangan macam-macam dengan isu ini karena setiap pengungsi Myanmar pergi ke negara ASEAN dan impact (akibat) dari masuknya pengungsi itu dapat menyabab instabilitas dan gangguan keamanan di negara yang bersangkutan.

Negara-negara seperti Vietnam dan Singapura juga pasti menolak intervensi terhadap Myanmar. Mereka akan menganggap hal-hal seperti itu adalah urusan dalam negeri Myanmar.

Sebenarnya, isu ini tidak bisa disepelekan, karena ASEAN juga memiliki kewajiban untuk melindungi "masyarakat sipil ASEAN." Indonesia pun ikut dikritik ketika mereka membicarakan Rohingya, tapi mereka tidak pernah membahas Ahmadiyah.

Bagaimana peranan yang seharusnya dilakukan PBB dalam isu Rohingya?

Jelas, PBB harus bersikap untuk masalah ini dan tidak mengandalkan ASEAN. ASEAN akan menjadi grup tersendiri dan mereka akan satu suara dalam menanggapi masalah internasional. Tidak mungkin salah satu negara ASEAN dapat berbeda suara. Penting pula bagi Dewan Keamanan PBB untuk mempertimbangkan laporan-laporan yang berkaitan dengan pelanggaran HAM di Myanmar.

Apa peristiwa di Myanmar ini sudah dinyatakan sebagai genosida?

Kasus ini masih dalam tahap crime againts humanity (kejahatan kemanusiaan), kalau genosida itu bentuknya sudah policy (kebijakan). Intinya, Pemerintah yang bersangkutan membuat kebijakan untuk memusnahkan etnis tertentu, untuk saat ini belum ada genosida di Myanmar.
 
Perlukah Myanmar memberikan kewarganegaraan untuk Rohingya?


Mereka itu warga Myanmar, sekarang sama saja dengan mempertanyakan, apakah perlu memberikan kewarganegaraan ke warga Papua yang jelas-jelas WNI. Kewarganegaraan itu hak dan itu juga bisa ditukar. Adalah kewajiban Myanmar untuk melindungi, namun mereka justru menyangkal.

Nama "Burma" mengacu pada nama satu suku besar di salah satu daerah Myanmar yang juga diisi oleh etnis Kachin, Karen dan lainnya. Mereka saling berseteru, namun suku dominan adalah Burma.

Ketika junta militer memimpin, mereka menggantikan nama Burma menjadi Myanmar. Mereka percaya dengan adanya keberuntungan di balik sebuah nama, namun Suu Kyi tetap menyebut negaranya dengan nama Burma.

Kalau dalam ilmu sosial, ada istilah "tingkatan diskriminatif." Bangsa Karen atau Kachin sering mengalami perseteruan dengan etnis mayoritas, namun mereka memiliki agama yang sama. Sementara itu Rohingya, secara fisik mereka berbeda, mereka berkulit hitam dan mereka beragama Islam.(AUL)

Diposting oleh tekhnik komputer

September, Putra Khadafi Diadili

Khairisa Ferida
Jum'at, 24 Agustus 2012 09:45 wib
Saif al-Islam (Foto: The Guardian)
Saif al-Islam (Foto: The Guardian)
TRIPOLI - Jaksa penuntut umum Libya mengumumkan Saif al-Islam Khadafi akan menjalani proses peradilan pada September mendatang. Peradilan atas Saif al-Islam kabarnya akan berlangsung di Kota Zintan dimana ia ditahan sejak tahun lalu.

Sebelumnya, pihak Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) telah lebih dulu meminta agar Saif al-Islam diadili di Den Haag, Belanda. Namun permintaan belum diterima oleh kejaksaan Libya karena Saif al-Islam dipastikan akan menghadapi sejumlah tuntutan di seperti korupsi, pembunuhan dan pemerkosaan di negara itu.

"Sebuah komite dari kantor penuntut umum telah menyelesaikan penyelidikan atas kejahatan yang dilakukan oleh saif al-Islam sejak awal revolusi pada 15 Februari 2011. Berkas dakwaan pun telah dipersiapkan," ujar Juru bicara penuntut umum Taha Nasser Baara seperti dikutip The Independent, Jumat (24/8/2012).

Sidang dilaporkan akan berlangsung hingga enam bulan ke depan dengan melibatkan tiga hakim Libya. Beberapa proses peradilan akan berlangsung terbuka namun saksi dalam persidangan tidak dapat diumumkan mengingat bahaya akan ancaman pembunuhan.

Sejumlah analis mengungkapkan adanya kemungkinan bahwa Saif al-Islam yang selama ini disebut-sebut sebagai pewaris utama Khadafi akan divonis bersalah. Tidak hanya itu Saif al-Islam pun disinyalir akan menerima hukuman gantung atas semua tuduhan yang diarahkan kepadanya.

Saif al-Islam sebelumnya telah mengatakan bahwa dirinya ingin diadili oleh ICC di Den Haag. Permintaan ini dipicu oleh klaim dari tim pembelanya yang mengatakan hamir tidak mungkin bagi Saif al-Islam untuk menerima peradilan yang adil di Libya.

Keputusan ini diperkirakan akan memicu timbulnya kekerasan baru di Libya mengingat kelompok loyalis Khadafi bersumpah akan membalas dendam jika Saif al-Islam mendapat perlakuan tidak adil. Ancaman ini sudah mulai terasa sejak beberapa pekan terakhir menyusul serangkaian bom mobil, pembunuhan dan penculikan yang dilakukan oleh sejumlah loyalis Khadafi.

"Kami tengah meninggu waktu yang tepat untuk melakukan serangan. Kami semua bersenjata dan kami memiliki bawah tanah," ujar salah seorang anggota militan pro Khadafi, Ahmed.(rhs)

Diposting oleh tekhnik komputer

Topan Tembin Landa Taiwan

Khairisa Ferida
Jum'at, 24 Agustus 2012 10:49 wib
(Foto: AP)
(Foto: AP)
TAIPE - Topan Tembin dikabarkan menerjang Taiwan pada dinihari tadi. Kerusakan dialami sejumlah rumah warga yang terletak di bagian selatan Taiwan.

"Tembin yang disebut sebagai topan paling parah oleh Hongkong Observatory menghantam kawasan selatan Pingtung pada pukul 05.00 waktu setempat," ujar Biro Cuaca Taiwan seperti dikutip AFP, Jumat (24/8/2012).

Selain menyebabkan kerusakan di sejumlah rumah warga, topan Tembin juga mengakibatkan pohon-pohon tumbang. Ini menyebabkan sebagian akses jalan di bagian selatan Taiwan tidak dapat digunakan.

Aparat keamanan telah memblokade sejumlah titik rawan di beberapa lokasi, menuju ke daerah dengan ancaman longsor tinggi. Kendati demikian mereka yang memiliki keperluan mendesak masih diizinkan untuk melewati jalanan tersebut.

Tembin tergolong topan yang ditakuti, namun tidak ada korban jiwa dalam insiden tersebut menyusul tindakan antisipasi cepat yang dilakukan otoritas setempat.

Sekira 5.000 orang dikabarkan lebih dulu dievakuasi dari daerah yang beresiko terkena dampak topan Tembin di sepanjang pengunungan Taiwan. Tindakan evakuasi ini dilakukan untuk mencegah korban tewas seperti halnya yang dialami pada 2009 lalu ketika Topan Morakot dikabarkan menewaskan sekira 600 orang akibat tertimbun tanah longsor.(rhs)

Diposting oleh tekhnik komputer

"Ekuador Tidak Takut dengan AS"

Khairisa Ferida
Jum'at, 24 Agustus 2012 11:42 wib
Pendiri Wikileaks Julian Assange (Foto: AFP)
Pendiri Wikileaks Julian Assange (Foto: AFP)
QUITO - Pemerintah Ekuador mengatakan, pihaknya sama sekali tidak takut dengan Amerika Serikat (AS) terkait dengan pemberian suaka kepada pendiri Wikileaks, Julian Assange. Menteri Luar Negeri Ekuador Ricardo Patino menegaskan hal tersebut.

"Kendati AS memiliki kekuasaan di dunia namun AS bukan ayah atau guru yang dapat menghukum Ekuador," ujar Menlu Patino seperti dilansir Russian Today, Jumat (24/8/2012).

"Kami tidak berpikir bahwa akan dijatuhkan hukuman, kami juga tidak melihat ada alasan untuk melakukan balas dendam atas keputusan berdaulat Ekuador ini. AS melakukannya setiap hari," ujar Patino.

Menurut Patino, pemberian suaka terhadap Assange yang dituding melakukan kekerasan seksual di Swedia tidak akan memicu pelanggaran dalam hubungan Ekuador-AS karena memang tidak ada alasan hubungan tersebut dapat memburuk.

"Mungkin akan ada sedikit perbedaan melihat negara berkembang memiliki kemampuan untuk melindungi kebebasan dan kehidupan orang lain dibandung dengan negara superpower dunia. Kami memiliki hak yang sama dengan yang mereka lakukan. Kami tidak akan menerima tindakan balas dendam apapun," tegas Patino.

Ekuador kabarnya telah memberikan suaka kepada Assange kendati Inggris dan Swedia memberikan jaminan bahwa Assange tidak akan diekstradisi ke AS bila ia bersedia menyerahkan diri.

Assange dan tim kuasa hukumnya meyakini bahwa secara diam-diam pihak berwenang di AS telah menyiapkan sejumlah dakwaan terhadap Assange karena menerbitkan ribuan dokumen rahasia termasuk kawat diplomatik AS. Kabar ini dibantah AS.

Dalam kesempatan yang sama Patino juga mendesak Inggris untuk minta maaf atas ancaman penyerangan terhadap kedutaan besar Ekuador di London dimana Assange selama ini mendapat perlindungan. "Jika Inggris menyerbu kedubes Ekuador maka akan timbul konsekuensi serius tidak hanya dari Ekuador namun juga dari Amerika Latin," tegas Patino.

"Karenanya Inggris harus minta maaf lalu kita dapat membicarakannya kembali," tambah Patino.

Patino menekankan salah satu alasan utama dibalik keputusan Ekuador memberikan suaka politik terhadap Assange adalah pertimbangan atas perlindungan terhadap kebebasan berbicara, hak untuk hidup serta hak bebas dari penganiayaan politik.

"Assange adalah ikon kebebasan bersuara. Ini bukan bagian dari kampanye namun karena ada prinsip-prinsip yang harus kita lindungi," tutur Patino.(rhs)